Facebook masih laku? Tapi gaapa lah add ya! Ask me anything here! Ayo ke homepage! Blog kolaborasi nih, habis follow blog ku, follow Blog TEME ini juga ya! Isinya suka-suka widya! LOL

welcome to my blog

halo.. slamat datang di blog saya :)
hehe.. enjoy here :D

Kamis, 04 Maret 2010

Synopsis Ambrosia

Hey guys,

Thought you want to know a bit about it. The book is still on major revision. Hopefully it will be out around this year.


AMBROSIA
Buku #2 AERIAL

oleh
Sitta Karina


SINOPSIS

Dua orang eripia, Sashika dan Laskar, menembus Pintu Ilusi demi menyelamatkan klan Kegelapan dan Cahaya yang akan saling berperang di negeri Aerial. Sayangnya melewati Porta Illusia atau Pintu Ilusi tersebut ibarat membuka kotak Pandora; Porta Illusia tak lain adalah Ambrosia, dimensi bawah tanah tempat disekapnya seluruh sumber kejahatan jagat raya.

Laskar pernah memiliki teman lama yang hilang saat badai es di Taman Chitrakala. Sashi selalu mengenang peristiwa dimana Laskar pernah menyelamatkan dirinya di taman yang sama. Dan ketika keduanya kembali ke Aerial, Sadira dan Hassya menyambutnya dengan dingin. Lalu muncul bangsawan bernama Milosh yang memberikan cincin kepada Sashika dan Sadira, serta seorang peri cantik, Alyx, yang ingin lebih dari sekadar membalas budi kepada Laskar yang telah menyelamatkannya.

Intrik di Aerial kembali terulang. Persahabatan yang terlupakan oleh waktu kembali ke permukaan. Di tengah gempuran hidup dan mati, Laskar—sebagai jiwa penjaga Hassya—dihadapkan pada perasaan aneh terhadap musuh bebuyutan keluarganya: apakah sesungguhnya ia benci pada Sashi—atau malah sebaliknya?




PROLOG


“TOLONG kamiiiiii!”

Begitu suara perempuan Cahaya, Antya namanya berteriak dari pangkal kerongkongannya—ngeri, tegang, dan sangat frustrasi—Ambrosia pun terbangun dari tidur panjangnya. Monster penghuni tempat itu, seekor ikan pari dengan ekor yang dapat memecut ribuan volt listrik, ikut terjaga, menanti kedatangan eripia dari dimensi lain yang akan melintas di situ.

Ambrosia adalah terowongan gelap, lorong luas dengan udara hampa yang memungkinkan jiwa—ya, jiwa, bukannya jasad fisik, mengambang di situ. Di sisi-sisi kanan-kiri yang jaraknya sangat berjauhan terdapat stalagtit runcing, siap menjadi tombak bagi siapapun yang tidak mampu mencapai cahaya terang pada ujung lorong ini.

Tapi mendadak Ambrosia yang selama ini sepi, hampa, dan tidak berkehidupan kembali berdenyut oleh kehadiran 2 orang asing—jiwa asing—yang mengembara di situ.

Monster raksasa yang selama ini menjaga—ikut disegel di Ambrosia—adalah yang pertama kali bangkit. Terganggu. Siap menghadang siapapun pengembara malang itu.

Dari balik terali stalagtit yang mengurungnya, sebuah nafas terhembus pelan. Senang.

Ini adalah kesempatan yang ditunggu-tunggunya.

Koral, si ikan pari raksasa, melayang mendekati tuannya dari luar terali. Tangan tuannya mengelus kepala monster ini. “Rasanya mungkin tidak seenak si kuda terbang hitam. Tapi dua orang itu bisa menjadi makan malammu, Koral.”

Ikan pari raksasa melesat kencang diiringi tawa Milosh, majikannya yang terpenjara di situ.

Dulu setelah Keir menangkap Llyr, kuda terbang hitam di wilayah Kegelapan, penyihir ini memberikannya pada Koral. Kini setelah Koral dikurung bersamanya dalam Ambrosia, si ikan pari hanya menyantap sisa-sisa nyawa yang tercecer ke terowongan antar-dimensi ini. Biasanya buangan dari dimensi Cahaya-Kegelapan, sekarang dikenal sebagai dimensi Aerial, atau dari dimensi lain tempat sepasang eripia, Bumi.

Milosh mendengar beberapa kali cambukan dan gemuruh bebatuan terowongan yang runtuh. Koral pasti telah membunuhnya, pikirnya. Tapi dugaannya salah. Kedua jiwa asing itu berhasil lolos. Ditelan cahaya yang merupakan akhir terowongan. Akhir dari Ambrosia.

Sial, desis Milosh.

Tapi orang ini malah tersenyum. Ditengadahkannya kepala, melihat asal kedatangan dua jiwa asing tersebut. Pintunya tidak tertutup sempurna. Pintu ke arah dunia lain. Dunianya si eripia.

“Tapi...” Milosh melihat ke arah kedua tangannya yang memegang jeruji stalagtit dimana perlahan-lahan jeruji itu meluruh dalam butiran cahaya,”terima kasih pada kalian. Karena kedatangan kalianlah, segelku akhirnya terbuka kembali.”

Dengan jari-jari tangannya yang panjang, Milosh mulai menggerus jeruji, menghasilkan dentingan suara yang melengking halus namun memekakkan telinga. Terus dan terus. Tanpa henti. Sesuai namanya, Milosh akan menghidupkan tempat ini kembali.

Sesuai namanya: Ambrosia. Abadi.

Sebuah kerajaan antar-dimensi yang abadi terornya dalam kegelapan.

Dan suara tinggi itu terus beresonansi, menggapai jarak yang lebih jauh... lebih jauh lagi... sampai mencapai pintu tempat dua orang eripia asal Bumi masuk.





BAB SATU


San Salvador, Kep. Bahama

“YO, Laz.. What’s up, man?”

Langkah Laskar Adhyaksa terhenti dan itu bukan karena suara Carlos Pattiera, cowok blasteran Spanyol-Kroasia, sepantaran Laskar, 16-17 tahunan, partner dalam Tropical Marine Biology Summer Program yang tengah diikutinya bersama sebuah organisasi nirlaba bidang ekologi. Aksen Carlos ketika berbicara dalam Bahasa Inggris benar-benar lucu, membuat nama “Laskar” terdengar sebagai “Lazkar”.

Laskar tau banget apa yang menantinya ketika liburan sekolah mulai: seabrek program seperti summer camp, team activity, maupun non-govermental organization internship—apapun yang dapat mengalihkan perhatian Laskar dari adu jotos terutama dengan anak-anak kolong yang seringkali melakukan pungli terhadap bisnis yang sedang digarap keluarganya. Ayah sengaja mengirimnya jauh-jauh dari Indonesia mulai dari volcanoes research di Hawaii sampai kegiatan konservasi alam di Costa Rica. Dan ketika Laskar kembali ke Jakarta, Ayah akan menyambutnya dengan senyuman super-lebar,”Welcome home, son. Ready to rock the school again?”

Tentunya saat itu Laskar hanya melengos. Ayah pintar dengan mengatur trip Laskar sama lamanya dengan lama liburan sekolah. Jadi pas pulang, Laskar sudah bersiap memakai baju seragam lagi ke sekolah. Sama sekali nggak dikasih kesempatan untuk “pecicilan” di Jakarta alias kegiatan yang buat orang seperti Laskar sama kayak mengundang keonaran. Jangan salahkan dirinya dong atas babak-belurnya tiga orang preman di Taman Chitrakala beberapa bulan lalu! Pilihan Laskar saat itu hanya 2: mereka yang celaka atau Sashi yang celaka. Laskar memilih yang pertama. Walau Sashi seorang Amunggraha, musuh bebuyutan keluarganya, tapi secara personal mereka telah membagi kisah menakjubkan yang sama di dimensi Aerial. Jadi ia punya alasan kuat untuk melindungi Sashi saat itu walau dirinya hampir saja dipenjara karena kebrutalannya. Mungkin egonya sebagai cowok yang sebenarnya ingin melindungi Sashi.

Kepala Laskar mendongak ke atas. Masih sama: gelap dan seperti tak berbatas. Lighthouse Cave adalah goa terbesar di Pulau San Salvador, objek penelitian mereka. San Salvador sendiri merupakan distrik dalam Kepulauan Bahama, dulu dipercaya sebagai tempat perhentian pertama Columbus dalam ekspedisinya menemukan Dunia Baru. Pulau ini dikelilingi terumbu karang yang biasa menghuni air dangkal sehingga jadi surga bagi peneliti dan siswa dari belahan dunia yang ingin mengamati ratusan spesies ikan tanpa harus menyelam terlalu dalam.

Laskar adalah salah satunya yang tertarik akan ini, disamping ia bisa sekalian ikut trekking dan eksplorasi goa sebagai bonus yang ditunggu-tunggunya. Selalu ada hal menakjubkan.. unik yang bisa ia temukan dalam bangunan hasil kerja alam ini.

Namun kali ini Laskar tidak bisa menyebutnya unik maupun menakjubkan. Aneh adalah sebutan yang paling tepat.

Laskar menengok ke Carlos. “Elo dengar itu?” tanyanya.

“Dengar apa?” Carlos nampak bingung.
“Suara... melengking.”

“Nggak ada kelelawar di sini.” Carlos tertawa. Dilihatnya postur Laskar dari atas sampai bawah. “Elo ini... Daniel Craig abis, man. Jadi nggak cocok kalau pasang tampang takut begitu.”

“Gue nggak takut,” Laskar masih nampak berpikir. Bukan hanya suara itu. Ada perasaan aneh, sedikit merinding, dan dingin.

Dingin yang creepy tatkala Laskar mendengarnya. Kadang melengking, kadang lirih.

Seperti dirinya dapat menerjemahkan suara itu menjadi gelombang ultrasonik yang biasa didengar kelelawar. Padahal Laskar yakin ia tidak memiliki kemampuan seperti itu.

Apakah ada hubungannya dengan kejadian dulu,“Di Aerial...?” tanpa sadar Laskar menggumam sendiri.

“Aerial?” Carlos bertanya, hanya mendengar kata terakhir. Ia kini benar-benar khawatir memandangi Laskar. “Elo yakin nggak apa-apa?”

Laskar mengangguk kecil, masih mendongak ke atas. Dinding goa di atasnya seperti bergetar. Ia merasakan itu walau yang dilihatnya hanya hitam dan gelap. Sungguh aneh. Seharusnya Lighthouse Cave termasuk goa besar yang aman di San Salvador. Sebelumnya ia pernah menjelajah dan mendaki goa-goa yang lebih menantang di Galápagos, sambil melihat Teori Darwin dalam bentuk nyatanya pada beberapa spesies endemik di situ.

Air laut yang merendami setengah betis Laskar ikut beriak membentuk arus kecil.

“Gempa?!” Carlos disusul anak-anak lain di situ berteriak dan ketika menoleh ke Laskar, ekspresi horor terpancar di wajah hispaniknya,”You are glowing—WHAT ARE YOU?!”

Belum sempat Laskar menjawab, dinding goa runtuh dengan cepat di atas mereka berdua. Di atas kepala Carlos tepatnya.

Laskar memang preman tapi ia tidak akan meninggalkan teman walau dunia sedang menelan mereka sekalipun. Dilemparnya segera ke samping ransel berat di punggungnya agar ia mudah bergerak. Tangannya terjulur ke arah Carlos.

“Your hand...” Setengah mati Carlos berusaha menggapai tangan Laskar. Sialnya kaki orang ini tersangkut stalagmit yang tergenang air hingga tidak bisa mencondongkan tubuh lebih ke depan lagi.
Laskar berusaha keras tapi tidak bisa memegangnya.

“Help me, man...” Carlos memohon dengan sangat putus asa. Di depannya cahaya yang mengelilingi tubuh Laskar semakin terlihat terang, ibarat sebuah lampu penerang di goa ini.

“Save me.”

Darn! Apa yang terjadi pada dirinya—tubuhnya? Bukannya Laskar tidak mau menolong; ia benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuh sama sekali.

Lalu dadanya seperti dihantam balok kayu. Keras, sakit, dan menohok dalam.

Serangan jantung... disaat seperti ini?!

“Help...”

Suara Carlos tertelan reruntuhan goa. Begitu juga tubuh yang sama-sama memakai kaos ScholasticTreks seperti Laskar. Sebelum sebongkah batu besar mengenai Laskar, ia yang tidak berdaya sudah ditarik mundur ke belakang.

Sungguh mengerikan melihat Carlos terkubur seperti itu. Tapi yang lebih parah, sakit di dada yang Laskar rasakan, membuatnya yakin ia juga tidak mungkin keluar hidup-hidup dari Lighthouse Cave.


Udah terbit lo novelnya... buruan beli, entar kalo udah... aku pinjem yaa...


1 komentar:

luphitta nou archiest mengatakan...

ya ampun, pengen beli... tapi ngga nemu" juga